Jangan Ucapkan 7 Kalimat ini agar Anak memiliki Mental kuat

- 16 Mei 2023, 21:44 WIB
Ilustrasi - Kalimat yang harus dihindari orang tua saat mendidik anak
Ilustrasi - Kalimat yang harus dihindari orang tua saat mendidik anak /Pixabay/

OKETANBU, Pikiran Rakyat - Selain kuat secara fisik, anak-anak juga perlu dibesarkan agar kuat secara mental. Anak-anak yang kuat secara mental lebih cenderung memiliki harga diri yang tinggi.

Ketika anak kuat secara mental, mereka akan mengembangkan ketahanan yang memungkinkan mereka untuk tetap berpikir positif. Mereka juga akan belajar dari kegagalan.

Jika ingin anak tumbuh kuat secara mental, itu artinya Ibu dan Ayah harus menjaga perkataan di sekitar mereka dengan sangat hati-hati. Terutama ketika dalam keadaan stres dan mudah mengatakan apapun untuk melampiaskan amarah.

"Semua orang tua terkadang melakukan hal ini (tidak menjaga perkataannya pada anak) atau terkadang mengatakannya (pada anak)," kata psikoterapis Amy Morin, dikutip CNBC Make It.

Kalimat yang harus dihindari orang tua

Melansir dari laman CNBC Make It, ada beberapa kalimat atau frasa yang harus dihindari agar anak-anak tumbuh kuat secara mental. Berikut ini deretannya:

1. "Tenang!"

Amy Morin menjelaskan, memberitahu anak tentang perasaan mereka bukanlah ide yang baik. Bahkan ketika orangtua hanya ingin mencoba untuk membuatnya tenang atau menghibur mereka.

"Kami ingin mengirim pesan, tidak apa-apa untuk merasa apa adanya. Tetapi penting untuk memperhatikan apa yang Anda lakukan dengan perasaan itu," kata Amy.

Daripada memerintahkan anak untuk tenang, sebagai gantinya orangtua bisa mengatakan "Sepertinya kamu benar-benar marah sekarang."

Bantu anak memahami bahwa tidak apa-apa merasa kesal dan dorong mereka dengan lembut ke arah aktivitas yang bisa membuat mereka tenang. Jadi, daripada melempar sesuatu atau berteriak, mungkin orangtua bisa minta mereka untuk menggambar atau mendengar musik selama beberapa menit.

2. "Jangan khawatir tentang itu."

Menghilangkan ketakutan pada anak dan meminta mereka untuk memikirkannya bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Ketika orantua berkata "Jangan khawatir tentang itu", rasa khawatir mereka tidak menghilang secara otomatis.

Alih-alih mengatakan hal tersebut, orangtua bisa katakan pada anak "Apa yang bisa kamu lakukan saat khawatir?". Biasanya anak akan berpikir lebih rasional dengan melepaskan diri dari situasi ini.

Jika mereka khawatir tentang ujian yang akan datang, mereka akan belajar dengan lebih giat dan semua akan baik-baik saja.

3. "Kamu akan melakukannya dengan baik."

Pandangan yang positif bisa membantu anak membangun kepercayaan dirinya. Namun, tidak bisa benar-benar memprediksi kapan anak akan berhasil atau kapan mereka akan gagal.

Dengan kata lain, menjanjikan anak bahwa mereka akan berhasil hanya untuk melihat mereka gagal adalah cara yang bisa merusak kepercayaan dirinya.

Daripada mengatakan "Kamu akan melakukan yang terbaik", atau "Kamu pasti akan menang", lebih baik katakan "Keluarkan kekuatanmu dan lakukan yang terbaik. Jika tidak berjalan baik, maka tidak apa-apa, kamu pasti bisa melewatinya."

4. "Jangan sampai Ayah/Ibu lihat kamu melakukan itu lagi!"

Ungkapan ini seringkali diucapkan orang tua ketika mereka merasa frustrasi dan ingin membantu anak-anak menghindari kebiasaan buruk atau hal yang lebih berbahaya.

Meski begitu, anak-anak tentu tidak akan mendengarkan peringatan ini. Mereka akan belajar menjadi lebih baik dalam menyembunyikan perilaku tersebut.

Daripada mengatakan "Jangan sampai melihat kamu melakukan itu lagi", orangtua bisa mengganti kalimatnya dengan "Kamu akan melakukan ini lagi dan tergoda untuk menyembunyikannya".

5. "Kamu yang terbaik!"

Tidak ada salahnya memuji anak ketika mereka berprestasi. Namun, jika orangtua berpikir bahwa mereka pantas mendapat pujian jika mereka mengungguli orang lain, mereka akan terus berekspektasi dan cemas akan realitas.

Dalam kasus ekstrem, hal ini bisa menyebabkan anak-anak mencoba untuk menyelesaikan segala hal bahkan jika mereka harus melanggar aturan. Padahal, sangat penting untuk mendidik anak menjadi anak yang jujur.

Sebaliknya, pujilah anak karena proses yang telah mereka lalui. Misalnya mereka telah bekerja keras meski hasilnya tidak seperti yang mereka inginkan. Ini bisa membantu anak termotivasi untuk terus bekerja keras.

6. "Itu sempurna!"

Orangtua harus berhati-hati ketika membesarkan anak yang perfeksionis. Mereka akan berpikir bahwa mereka harus selalu sempurna untuk mendapatkan pujian atau cinta dari orang tua mereka.

Perfeksionisme pada anak berkorelasi dengan berbagai masalah kesehatan mental. Misalnya kecemasan hingga gangguan obsesif kompulasi (OCD).

"Pujilah usaha mereka, bulan hasilnya," kata Amy.

"Bahkan jika menurut Anda gambarnya terlihat indah, atau mereka melakukan pekerjaan yang bagus di lapangan, Anda mungkin memuji mereka karena bekerja sangat keras, karena berusaha. Dan, jika mereka jatuh, untuk bangkit kembali," sambungnya.

7. "Kamu sudah membuat Aah/Ibu marah!"

Gagasan bahwa perasaan dapat dipengaruhi oleh perilaku orang lain adalah kontraproduktif. Ini bisa membuat anak berpikir mereka tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Hal ini bisa mengarahkan anak pada prilaku manipulatif, misalnya seperti ketika anak memerintah di sekitar anak lain alih-alih memproses perasaan mereka sendiri.

Alih-alih menggunakan kalimat "Kamu sudah membuat orangtua marah", orangtua bisa ganti dengan mengatakan "Bapak/Ibu tidak suka tindakanmu saat ini".

Editor: M. Khairil Ansyari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x