Sejarah Pikiran Rakyat Hingga saat ini, Intip juga Yuk Profile Video Pikiran Rakyat Media Network

- 28 Februari 2023, 16:07 WIB
Dok Pikiran Rakyat
Dok Pikiran Rakyat /

Presiden Sukarno malah menuduh BPS sebagai agen CIA (badan intelegen AS) dan mendapat dana jutaan dolar dari Amerika Serikat. Sementara keputusan tersebut disambut gembira oleh PKI, banyak wartawan simpatisan BPS anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang telah dikuasai golongan komunis, dipecat.

Menyusul pemecatan tersebut, tanggal 23 Februari 1965 pemerintah membredel seluruh pers BPS. Sebulan kemudian, tanggal 25 Maret 1965, melalui Departemen Penerangan, pemerintah mengeluarkan peraturan bahwa semua surat kabar wajib berafiliasi kepada partai politik atau organisasi massa tertentu.

Peraturan tersebut mengakibatkan wajah pers nasional makin bermuatan ideologis. Beberapa media massa menjadi corong parpol dan ormas. Di antaranya adalah: Suluh Indonesia menjadi suratkabar corong PNI, yang mempunyai delapan afiliasi di beberapa kota; Duta Masjarakat menjadi corong NU (Nakhdatul Ulama) dengan tujuh afiliasi;

Harian Rakjat corong PKI dengan 14 afiliasi; Api Pantjasila corong IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) dengan tiga afiliasi.

Nasib Warta Harian Pikiran Rakjat sendiri bagaimana?

Teguh Menjaga Netralitas

Di tengah hiruk-pikuk slogan “Politik adalah Panglima”, setelah Barisan Pendukung Sukarnoisme (BPS) dibubarkan. Surat kabar yang sebelumnya dicabut izin terbitnya, yakni Berita Indonesia, telah dialihnamakan menjadi Berita Yudha, media massa yang dikelola ABRI sebagai propaganda guna menahan media-media underbow PKI.

Yang menjadi pemimpin umum Berita Yudha adalah Brigjen Ibnusubroto, sedangkan sebagai pemimpin redaksi ditunjuk Brigjen Nawawi Alif. Selain Berita Yudha, ABRI pun menerbitkan surat kabar lain bernama Angkatan Bersendjata dengan pimpinan Brigjen. R.H. Sugandhi dan Letkol. Yusuf Sirath. Kedua media ini berkantor di Jakarta.

Di lain pihak, sejak dikeluarkannya peraturan tanggal 25 Maret 1965, pemilik Pikiran Rakjat mengambil “langkah aman” dengan menerbitkan koran Mercusuar yang berafiliasi kepada Muhammadiyah. Sedangkan, wartawan dan pegawai Pikiran Rakjat yang tidak berafiliasi kepada sebuah parpol atau ormas, termasuk Sakti Alamsyah sang pemimpin redaksi, otomatis “menganggur”.

Para wartawan yang “menganggur” tersebut tetap “berkantor” di Jl. Asia Afrika 133 Bandung seraya terus mencari peluang menerbitkan surat kabar yang dinilai “independen”. Warta Harian Pikiran Rakjat sendiri otomatis berhenti cetak.

Halaman:

Editor: M. Khairil Ansyari


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah